Semua Hakim Jadi Pejabat, Anggaran pun Harus Disesuaikan
Selama ini hakim yang menjadi pejabat negara hanya di lingkungkan Mahkamah Agung (MA). Muncul tuntutan agar semua hakim, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi diangkat sebagai pejabat negara. Anggaran negara pun harus menyesuaikan dengan tambahan jumlah pejabat yang bakal muncul kemudian.
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dalam diskusi yang membahas RUU Jabatan Hakim di lobi Nusantara III DPR, Selasa (29/3). Hingga kini, memang, belum ada UU yang mengatur tentang jabatan hakim. Untuk itu, Komisi III menginisiasi RUU ini menjadi RUU prioritas dalam Prolegnas.
Tuntutan mengangkat semua hakim menjadi pejabat negara muncul dari kalangan hakim muda. Mereka ingin para hakim diperlakukan sama sebagai pejabat negara, tidak hanya terbatas pada hakim yang bekerja di MA. Menurut Arsul, anggaran pejabat dalam APBN niscaya akan berubah bila semua hakim ingin diangkat sebagai pejabat negara. Butuh tambahan anggaran yang tidak sedikit untuk dialokasikan.
“Mampukan anggaran negara memenuhi tambahan jumlah pejabat baru itu. Ada 7.500 pejabat negara yang bertambah bila semua hakim diangkat menjadi pejabat,” kata politisi PPP ini. Ditambahkannya, sejauh ini tidak ada rujukan yang jelas di semua negara, apakah semua hakim bisa otomatis menjadi pejabat negara.
Masalah krusial lain yang dibahas dalam RUU ini adalah manajemen rekrutmen dan promosi hakim. Ada pula soal pengawasan dan kinerja hakim yang jadi topik bahasan RUU tersebut. Soal mutasi hakim, ungkap Arsul, para hakim di daerah mengeluhkan mutasi yang terlalu lama. Apalagi, dimutasi ke daerah-daerah yang sangat jauh. “Mereka telah meninggalkan keluarga terlalu lama,” ucap Arsul lagi.
Pada bagian lain, Arsul menyinggung pula soal wacana menurunkan usia pensiun hakim dari 70 tahun menjadi 67 tahun. Pertimbangannya semata agar ada regenerasi. Para hakim karir diberi kesempatan yang luas untuk menapaki karir profesionalnya di dunia peradilan. Sementara itu, pembicara lainnya, Gayus Lumbun seorang hakim agung di MA, sangat mengapresiasi munculnya RUU ini.
Hanya saja, kata mantan anggota DPR ini, perlu dipikirkan pula bagaimana nasib para hakim ad hoc yang bekerja di pengadilan khusus seperti pengadilan Tipikor dan pengadilan HAM. Mutasi dan pengangkatan hakim juga kerap tidak tepat. Banyak hakim Tipikor yang begitu masuk MA, malah ditempatkan di kamar hakim militer. “Jadi, banyak penempatan hakim yang tidak tepat,” ujar Gayus.
Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis yang juga menjadi pembicara tidak setuju dengan adanya RUU ini. Menurutnya, lebih baik isu-isu dalam RUU ini diintegrasikan saja ke dalam UU yang sudah ada, seperti UU MA. Ia juga menanggapi isu pengangkatan hakim sebagai pejabat negara. Menurutnya, kehormatan hakim bukan pada status pejabatnya, melainkan pada independensinya. (mh) foto: andri/hr.